Minggu, 26 Juni 2011

Rayuan

Di antara perut-perut rak rendah, mereka tersusun rapi. Dari semua penjuru gedung atau kamar pamer, mereka menyeru kalimat-kalimat memanggil. Berlomba mengundang orang supaya menghampiri, lalu mencari sumber suara. Bertemu, dan lalu membiarkan calon pembeli untuk mengeksplorasinya. Buku-buku selalu berhasrat untuk dibaca.
Mau biografi presiden, mau parodi politik. Mau sastra agak kuno, mau modern. Mau penulisya Hemmingway atau cuma remaja kos-kosan. Genre apa saja. Semua seakan berbisik,  “Ayo sayang, baca aku. Akan kubiarkan kamu mengenalku, supaya kamu bertambah paham akan dunia..”. Buku-buku selalu baik. Mereka, apapun konten yang dimuat, pasti menyampaikan informasi-informasi yang ada di dunia. Manusia-manusia lain membutuhkan informasi itu.
Lalu aku mengaku kepada mereka. “Maaf, saya bukan remaja kaya. Saya tak mampu membelimu. Mungkin tidak sekarang”. Atau, “kita lihat, apakah benar saya meginginkanmu. Kita lihat apa saya bisa menyisihkan uang makan saya demi kamu”. Atau juga, “kamu sungguh-sungguh menarik. Mungkin saya akan mencari saudara tuamu di toko loak”.
Buku-buku memang begitu, dan akan selalu begitu, bagiku. Kadang mereka hanya dibekali dengan sampul menawan, untuk menipu pembeli yang kurang cermat. Kadang justru sampul mereka tak layak untuk informasi sehebat yang dimuatnya. Mereka memang agak nakal. Dan memilihnya pun selalu menjadi hal yang mendebarkan, masih bagiku.
Kamudian biasanya, di akhir hari saat aku keluar tanpa melewati antrian kasir, yang kugumamkan, “Suatu saat ketika aku kaya raya, aku pastikan akan berfoya dengan buku-buku”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar