Jumat, 11 Juni 2010

Filippo Bulu Idung

Sangat mengherankan bagaimana bulu idung bisa tumbuh melebihi kodratnya. Secara ideal, yang namanya bulu idung itu gak sampai kelihatan keluar karena itu akan mempermalukan si inang. Dan secara luar biasa itu terjadi  padaku. Sebuah bulu idung keluar melebihi batasnya. Si rambut kelebihan hormon ini ada di sebelah kanan, dan dia panjang. Sedangkan di sebelah kiri, ngga seberapa nongol tapi kayaknya punya bakat buat tumbuh lagi dan gawatnya, banyak junior-juniornya yang sudah siap muncul juga. Fak!


Dan yang baru aku tau adalah, mencabut bulu idung gak semudah mencabut bulu kaki. SANGAT KOKOH DAN SANGAT SAKIT. Bahkan dalam percobaan yang selalu gagal, yang ada malah nangis (oke, nangis di sini adalah respons tubuh yang menerima rasa sakit yang luar biasa).


Mau nanya Ibu, "Bu, boleh nggak bulu idung ini aku potong?", tapi takut dijawab sama ibu, "Oh, sini le, biar Ibu bakar aja, nggak sakit kok". Sementara ini tindakan preventif yang bisa kulakukan hanya memberi si rambut sialan itu nama, Filippo Bulu Idung. Habis dia suka offside sih.

Selasa, 08 Juni 2010

Perantauanku Terhias oleh Ini...

Sudah dua tahun ini perantauanku berjalan. Di kota perantauan, aku hidup sebagai anak kos seperti kebanyakan mahasiswa. Mungkin aku sedikit lebih beruntung karena aku se-kos dengan teman-teman asal daerah, sesama SMA malah. Dan yang kebetulan lagi, orang-orang lain di kosan adalah se-ras dengan kita. Kita inisialkan ras kita dengan huruf J. Monggo dilanjut mocone!


Kehidupan anak kos tentu sangat berbeda dengan anak rumahan. Tentu hal ini juga kita alami. Kita yang biasanya diingatkan untuk makan, kini harus mengingatkan diri sendiri untuk mendengarkan perut mendesis, kecuali jika ada salah satu teman kalian yang agak "melambai" dan mengajukan diri sebagai ibu rumah tangga jadi-jadian. Kita yang biasanya disuruh mandi sama mama sekarang harus mengingat-ingat sudah berapa hari kita ngga mandi, kalo udah 4 hari, maka inilah saat yang tepat. Pokoknya segala kewajiban kita yang dulu sebagian masih "diambil secara halus" sama orang tua, sekarang sepenuhnya menjadi milik kita. Istilahnya hidup mati kita ada di tangan kita sendiri.


Nah, konsekuensi dari gaya hidup baru, aku dikenalkan pada beberapa hal baru. Bagaimana jika temen kosan sakit, maka aku yang merawatnya; jika dia butuh uang, maka aku yang menanggung beban hidupnya; jika dia kelaparan, maka sebisa mungkin kuberikan makananku (buset, ini temen apa sampah masyarakat). Secara nggak langsung, kita diajarkan bagaimana cara berbagi dengan orang yang sama-sama nggak punya (terus apa yang dibagi?). Oke, singkatnya, dengan hidup di kosan ini, kita menjadi semakin akrab. Dan lambat laun, kita makin mempengaruhi satu sama lain. Ketika ada salah seorang yang punya sesuatu yang bisa dibagi, maka terjadilah pembagian itu. Makanan, gula, kasur, kamar mandi, celana dalam, mungkin. Tak terkecuali game laknat satu ini: DoTA.





Nah, beberapa bulan setelah kita menetap di kosan ini, kita mengenal DoTA. Singkatannya adalah Defends of The Ancient. Game ini mengisahkan pertempuran dua klan yang dikomandani oleh beberapa hero yang kita kendalikan dalam membinasakan peradaban satu sama lain. Ini jenis game yang bisa dimainkan bareng-bareng, oleh maksimal 10 orang, dengan media LAN. Dan secara nggak sengaja, DoTA ini sudah menjadi bagian dari kehidupan ngekos kita. Berawal dari beberapa orang yang dari SMA sudah kenal, berlanjut dengan tutorial bagi orang-orang yang kemungkinan jaman SMA dulu adalah pelajar sejati. Oiya, aku adalah orang terakhir yang berhasil ditaklukkan oleh "mentor-mentor" bejat itu. Berlanjut lagi dengan perlengkapan bermain yang kita usahakan sendiri. Mulai dari komputer yang (mau nggak mau) harus beli masing-masing, kabel LAN isi banyak (lupa) beserta routernya, sampai kemeja buat kita kuliah. Dan kita pun sudah memenuhi syarat sebagai sebuah tim mandiri, atau lebih tepat dibilang autis, yang bisa bermain tanpa perlu mengundang pemain dari Gunung Kelud atau Cikampek. Inilah tim DoTA penuh talenta yang akan mengguncang alam baka:


1. Bramcuks
Inilah pria paling bertanggungjawab atas kefreak kan kami dalam nge-DoTA. Dia adalah mentor laknat yang aku sebutkan di atas. Dulu dia adalah dewanya kosan. Secara yang lain masih belajar bunuh krip. Pemain paling berpengalaman dan pengatur strategi yang baik. Sayang, dia sudah mulai digerogoti usia. Sudah jarang ikut bermain karena nyari duit.


2. Kodir
Pemain dengan tampang lawak. Dalam sebuah tim, tanpa kesepakatan, dia pasti jadi kaptennya. Tapi yang ada dia malah lebih mirip ibu-ibu dipinggir kolam yang gelagapan waktu anaknya tenggelam atau dimakan kodok. Ke-kapten-annya bisa dibuktikan dengan intensitas munculnya "cling-cling" di peta saat kau menjadi kawan dia. Atau juga dengan perintah dewanya, "Jangan lupa bawa portal". Oiya, kodir ini sering dikaitkan dengan kutukan. Hal ini nggak lain karena dia sering banget kalah, gak peduli seberapapun jago timnya, kalo ada bang kapten satu ini, niscaya tim tersebut bakal kalah. He-he sadis.


3. Pimen
Tipe pemain yang tidak bisa ditemukan sendirian di sebuah line. Sangat berhati-hati dalam bermain. Kayaknya dia mengibaratkan si hero seperti pacar yang harus dijaga. Bahkan kalau perlu, bertengkar di dunia nyata pun dijabanin. Pernah suatu ketika dia masuk kamar Let (profil Let ada di bawah, red.) dan men-smack down yang bersangkutan karena si Let ini sudah membuli-buli heronya. Sangat jarang menjadi korban pembokongan dan memancing keributan. Benar-benar tipe pemain yang sabar sekaligus menyebalkan.


4. Cemong
Kalau membicarakan dia, otomatis kita membicarakan laptopnya. Sering kali permainan yang lagi sangat seru harus diulang gara-gara laptopnya ngadat. Bukan gara-gara bokep, tapi ternyata semua program yang ada di laptopnya dibuka. Yaeyalah ngadat. Dan satu lagi. Karakter si Cemong ini kuat sekali: lawak dan bonek. Kebiasaannya adalah menggunakan skill si hero dengan serampangan. Ujung-ujungnya, skill yang seharusnya jadi andalan, malah berubah menjadi bumerang bagi si hero bersangkutan. Nggak sedikit hero jagoan menjadi turun reputasinya. Bahkan konon, beberapa hero menyatakan mundur menjadi karakter karena terus-menerus digunakan secara serampangan oleh mas Cemong.


5. Aku
Inilah pemain dengan bakat paling besar di kosan. Kemampuan yang dimiliki sangat natural. Skill yang dipunyai si hero akan tereksplor dengan sempurna ketika dijalankan olehnya. Seringkali menjadi leader bagi kawan-kawannya dalam memberantas musuh di depan mata. Saat menjadi 1st killer di tim, tak jarang membuat sebuah rampage. Salah satu kekurangannya adalah suka bo'ong.


6. Elkunam
Pemain berwajah kakek-kakek. Merupakan pemain jenius yang dididik oleh sang adik yang ternyata adalah seorang shaolin DoTA. Sangat serius ketika bermain. Sangat berhati-hati yang berarti juga pemain menyebalkan (buatku). Entah mengapa si kakek ini sering dinaungi dengan keberuntungan saat bermain. Haha. Sedang dalam proses menyusun sebuah buku mengenai hero dan itemnya yang cocok. Niat sekali.


7. Kopler
Pemain dengan darah dingin. Mungkin dipengaruhi jenis musiknya yang metal dan sekali-kali diselingi Sherina. Sangat tega dalam membuli-buli lawan. Seringkali menjadi pembunuh brutal dengan angka kill yang sangat tinggi. Tapi sekali hero-nya dibuli diawal dan dipastikan gagal berkembang, orang ini pasti memilih jalur yang sama dengan Cemong, jalur lawak.


8. Randi
Here he is, the real public enemy. Entah mengapa si Randi ini kerap kali disalah-salahkan, nggak hanya oleh lawan, tapi juga lawan, bahkan terkadang Ibu kos (apa hubungannya). Dia ini pemain paling nggak alami. Kemampuannya sangat dipengaruhi oleh intensitasnya berlatih di komputer orang. Sering dijumpai dalam posisi bermain, tapi melawan ai. Sangat arogan (bisa dibuktikan dengan kegemarannya me-random hero), walaupun kerap menjadi bahan bulan-bulanan.


9. Let
Aku mengira pemain muda ini punya reputasi bintang lima. Nyatanya dia cuman pemain primitif yang suka menyiksa heronya sendiri. Memang lumayan jago (menurutku karena sejak lahir sudah disuruh maen DoTA sama ortunya), tapi lebih sering ngaco. Mentalnya sangatlah bonek. Sekali melihat hero lawan sekarat, bakalan dikejar deh ampe ponten lawan dan ujung-ujungnya dia yang dimakan rame-rame. Jiwa alay-nya jelas meledak-ledak. Sering menyatakan keberatan atas game yang nggak seimbang dan merengek minta diulang. Dari segi permainan yang nekat dan keseringannya menghentikan sebuah permainan, diduga kuat punya hubungan darah dengan Cemong.


10. Kalpin
Salah satu terdakwa mentor laknat. Kegemarannya adalah menyodomi tower musuh. Makanya dia dijuluki Kalpin, the tower hunter. Dia sangat jarang bermain, karena sibuk dengan kegiatannya maen pistol-pistolan di dunia nyata. Tapi sekali bermain, kita semua dibuat kalang kabut karena dia bagaikan kolor ijo yang suka perkosa tower-tower yang masih perawan. Kabarnya, sasaran latian tembak yang dimilikinya pun bergambar tower DoTA.


11. Johan
Pemain baru di kosan ini. Bukan karena baru bermain, tapi baru masuk ke kosan. Cukup jarang ikut bermain, tapi sekali bermain bisa jadi sumber kekacauan bagi timnya sendiri. Penampilannya sangat dipengaruhi oleh hero yang digunakan. Lumayan mental bonek dan lumayan sering jadi buli-bulian. He-he.




Ciri khas permainan DoTA kosan kami adalah ber-mode-kan arspnp atau apspnp atau sdspnp. Orang banyak gitu dimana ciri khas nya? Ini jenis mode buat pemain-pemain kelas pantat panci (pan-pan) yang mendekati kelas alay stasiun. Pernah sekali kita mencoba make mode yang dipake dalam perlombaan tingkat international, mode paling dewa, captain mode, cm, Tapi hasilnya malah kita NGOWOS gak tau harus ngapain. Itulah saat dimana identitas kita sebagai alay stasiun hampir terkuak.


Nah, mode sd adalah mode terbaik buat pemain-pemain labil macam kita. Ini dimungkinkan karena jika mode yang digunakan adalah ar, maka kemungkinan permainan bakal diulang lebih besar. Alasannya? HERO NGGAK IMBANG! Ketidakberimbangan bisa jadi juga dipengaruhi oleh tipe pemain hasil pengacakan. Misal setelah diacak, ternyata sebuah tim terdiri dari pemain-pemain bermental preman tanah abang macem Aku, Kopler, Let, dan Cemong. Akan sangat susah bagi tim bonek ini untuk menghadapi pemain-pemain dengan jiwa biksu Tom Sang Chong yang lembut penuh cinta kayak Elkunam, Pimen, dan Kodir. Dan baru pertandingan berjalan 20 menit, kill sudah berselisih 26, dan Let akan merengek-rengek minta diulang atau kalau nggak diturutin, dia nggak segan akan melakukan harakiri alias cabut kabel.


Itulah kondisinya, makanya mode sd yang membuat masing-masing player mempunyai 3 pilihan hero sangat pas untuk menciptakan pertandingan yang seru (claimed by ourself, of course). Tapi se-sd-sdnya, sd masih mempunyai unsur random di dalamnya. Itulah sebabnya, tak jarang Let sering melakukan ritual rengek atau harakiri. (by the way, kenapa jadi menyudutkan Let?)


Kami pun bermain, bermain, dan bermain. Tak terasa sudah hampir dua tahun hidup kami teracuni oleh DoTA. Beberapa temen menyatakan bahwa DoTA telah mempengaruhi nilai ujiannya dan memutuskan untuk pensiun, tapi dalam 2x24 jam setelah itu menyatakan insaf dan kembali lagi. Goblok ini mah. Kami memang lumayan freak dengan game ini. Dari yang cuman menjadi kegiatan akhir pekan, beranjak menjadi kegiatan tiap dua malam, beranjak ke tiap malam, beranjak ke waktu bobok (ya enggaklah), pokoknya freak lah. Kemampuan kami pun bertambah dari waktu ke waktu. Dari yang cuman pemain kelas pantat panci sampai menjadi kelas sundut kompor. Dari buta aksara sampai menjadi eksekutif muda (lhah, ini game apa jenjang pendidikan?)


Itulah kehidupan DoTA di kosan ku. Dan memang kami mempunyai kecenderungan menggantungkan mood kita padanya. Seolah DoTA tak bisa dipisahkan dari kehidupan perantauan yang kejam ini. Bahkan kami tak bisa membayangkan bagaimana jika hidup kami di sini tak pernah tersentuh oleh (sekali lagi) game laknat ini. Kami akan memainkannya meskipun toh kami sedang berada dalam badai ujian atau tugas. Kami akan memainkannya meskipun itu dengan bersembunyi dari pacar, ortu, dan ibu kos yang mulai curiga dengan tagihan listrik kosan. Kami akan memainkannya meskipun gamenya terhapus dari komputer kami (mana bisa nyong!). Kami akan melakukannya, karena kami menikmati itu.


Terima kasih DoTA, dan jangan lelah menemani kami! Hehehe.

Senin, 07 Juni 2010

Selamat Datang, Piala Dunia!

Postingan ini aku tulis ketika perhelatan Piala Dunia kurang 4 hari lagi.




Piala Dunia memang sangat-sangat dinantikan oleh pecandu sepak bola di seluruh dunia.
Tak terkecuali bagiku.
Piala Dunia memang berbeda.
Berbeda sekali dengan liga-liga reguler yang diadakan masing-masing negara tiap tahunnya. Berbeda juga dengan Liga Champions yang hanya milik klub-klub eropa.
Bahkan Piala Dunia berbeda dengan Euro meskipun sama-sama dihelat tiap 4 tahun.





Kenikmatan menyaksikan pemain-pemain dari segala benua di planet bumi sangat spesial bagiku.
Di sana ada energi yang meletup-letup setiap pertandingan.
Energi yang menurutku berasal dari rasa nasionalisme tiap-tiap pemain yang berlaga, tiap-tiap supporter yang datang menyaksikan tim kebanggaannya, tiap-tiap elemen dalam Piala Dunia itu sendiri.
Energi yang sangat bisa kau rasakan walapun negaramu tak turut serta dalam kompetisi yang luar biasa ini.


Di Piala Dunia, uang bukan yang utama.
Buat apa pemain-pemain seperti Cristiano Ronaldo, Kaka, atau Lionel Messi mau berpeluh dan merelakan masa jeda kompetisi atau (dalam bahasa anak sekolah) liburan mereka, kalau hanya demi uang.
Nasionalsme lah yang menggerakkan mereka, juga semua pemain terbaik dari tiap-tiap kontestan untuk bertanding di sini. Harapan yang digantungkan oleh semua orang di negaranya-lah yang membuat mereka tak lelah berlari.
Kompetisi yang sangat natural.
Kompeisi yang sekali lagi, sangat sangat berenergi.


Aku sendiri sudah merindukan Piala Dunia ini.
Aku tak akan memilih tim mana yang akan kulihat ataupun yang tidak. Aku tak akan menyortir Jadwal Pertandingan Piala Dunia 2010 dan mengganti judulnya dengan "Jadwal Pertandingan Wajib Tonton". Aku tak akan melihat pertandingan-pertandingan itu hanya sebagai media pelepas lelah, apalagi sebagai pengantar tidur.
Aku akan menyaksikan setiap laga yang aku bisa menyaksikannya. Tak peduli tim mana pun yang bertanding. Aku ingin buta akan kecintaan kepada sebuah tim. Aku ingin menjadi pecinta bola yang alami. Yang merasakan energi dari semua tim yang berlaga.


Selamat menyaksikan Piala Dunia.
Perhelatan yang akan membuat semua orang menyatu dalam harapan, suka dan cita, atau mungkin duka.
Perhelatan yang sudah kau nanti-natikan.
Perhelatan yang akan membuat kita bersyukur telah dilahirkan sebagai manusia.


Selamat Datang, Piala Dunia!

Sabtu, 05 Juni 2010

Imam Kilat

Ini kualami seminggu lalu. Tepatnya saat masih ada di Bandung dan saat itu adalah hari Jumat.

Sebagai umat muslim yang taat, aku sudah tahu kalo hari itu akan ada solat Jumat. Kali itu aku akan melaksanakannya di masjid dekat kosan.
Masjid itu berada kurang lebih 25 meter dari kosan tempat aku tinggal. Jadi kuperkirakan dengan kecepatan langkahku yang lumayan, aku akan mencapainya dalam 40 detik.
Bersamaan dengan itu, aku perkirakan dengan kecepatanku mandi yang lebih tidak lumayan, bisa lah kuselesaikan mandiku selama azan berkumandang.
Yah, strategi matang, siap. Kini saatnya berleha-leha.

Waktu menjelang azan, aku menemukan komik yang menurutku lumayan menarik.
Jadi kugunakan waktu menjelang ibadah itu untuk membaca komik online. Lanjut.

Baca, baca, baca.
Sampai kudengar azan dzuhur berkumandang.
Oke, saatnya mandi!

Dengan langkah 1000 kudapatkan kamar mandi tanpa harus mengantri dulu. Beruntungnya aku.
Oiya, perlu diketahui, makhluk-makhluk di kosan ku mayoritas adalah bejatis sama seperti aku. Ketika azan, entah mengapa selalu ada antrian tiba-tiba di sekitar kamar mandi.
Oke, segera aku mandi.
Byur, byur, pret, plung, plak, petok-petok, heeeboo.
Beres. Dan tepat sekali dengan berakhirnya kumandang adzan.

Oiya, kulihat saat itu masih ada manusia-manusia yang perlu ditempa di PonPes milik Aa Gym di depan pintu kamar mandi. Jumlah mereka bertambah.

Seorang bernama Randi dengan sigap langsung masuk ke kamar mandi yang barusan kutempati. Dia memang cepat, atau bisa dibilang licik. Kalau mau, mungkin dia bisa masuk bahkan sebelum aku selesai.
Seorang lagi, kita anggap dia bernama Cemong, menyadari ketidakmungkinan untuk mandi dan memilih untuk gosok gigi saja. Gokil nih orang.
Aku nggak tahu apakah orang ini mendapat pahala atau justru harus diadili karena mengajarkan ajaran sesat "Bersihkan dirimu sebelum Shalat Jumat cukup dengan Gosok Gigi".
Ada lagi salah seorang yang memegang perut tanda keinginan yang menderu-deru untuk melepaskan hajat. Marilah kita sebut dia Bramcuks. Dan yang membuat aku tak habis pikir adalah manusia itu adalah pemilik kamar yang paling dekat dengan kamar mandi yang sedang diperebutkan. Oiya, tambahan lagi, dia ini orang paling tua di kosan. Hahaha.
Betapa bejat orang-orang di sini.

Segera aku berganti pakaian di kamar hingga keluar kamar lagi dengan tampilan Ustadz muda sukses dan kaya dan beristri satu.
Oh, tak kusangka teman sekosku yang paling taat (ini serius, dia yang paling beriman) secara luar biasa, belum berangkat. Kita panggil dia Gargar.
Jadi hari itu aku berangkat lebih dulu dari dia. Ya iya lah, gue gitu. *muncul emoticon senyum, kacamata hitam, tapi pake kopyah*

Berjalanlah aku. Detik ke-32, aku sampai di pintu masuk masjid.
Dan aku terperanjat!
Doa penutup khotbah sudah dipanjatkan!
Apa-apaan ini??!!
Aku mempercepat langkah dan sampai di tempat duduk pada detik ke-37.
Okelah, aku melewatkan khotbah hari ini. Apa boleh buat.

Imam yang kali ini memang jumawa. Aku lupa apa surat yang dibacakan saat itu, tapi yang jelas shalat Jumat kali itu tidak lebih lama dari shalat subuhku.
Inilah sang Imam Kilat.
Dan kami pun menyelesaikan ibadah shalat Jumat.
Selesai.

Oke aku pulang. Aku membayangkan, apa makanan yang disuguhkan Jumat ini?
Untuk diketahui, setiap hari Jumat, Ibu kos ku memberikan hidangan kepada anak-anak kosnya yang kelelahan setelah menempuh perjalanan kosan-masjid-kosan.
Selalu.
Ya, memang beliau baik.

Seperti biasa, makhluk-makhluk bejat yang telah aku sebutkan di atas sudah mengelilingi meja makan. Mereka adalah Cemong, Randi, Gargar. Mereka adalah segelintir dari orang-orang yang punya jurus "Datang akhir, Pulang duluan". Sungguh bejat.
Oiya, meja makan itu ada di depan kamarku.

Dan yang tak kusangka adalah!
Ada seseorang yang sedang shalat di kamarku!
Siapa dia?!!?
Apakah dia adalah muslim taat yang melakukan shalat sunnah ba'da Jumatan?
Apakah dia melakukan salat Ashar sebelum waktunya?
Apakah dia juga merupakan pengikut aliran sesat yang perlu dilaporkan ke kepolisian?
Tidak. Dia hanya sedang melaksanakan shalat zuhur.
Lalu siapakah pria yang melaksanakan shalat dzuhur di sebuah hari Jumat yang indah?

Dia adalah pemilik kamar terdekat dengan kamar mandi.
Dia adalah penghuni tertua di sini.
Dia adalah si ganteng maut.
Dia adalah Bramcuks.
Hahahaha.

Nampaknya dia melewatkan waktu shalat Jumat dengan berada di kamar mandi dan membuang hajatnya yang bergelora seperti Super Seiya 4 yang mungkin saja kalau dilakukan oleh orang biasa bisa menghabiskan waktu 3 hari 3 malam. How pathetic. Tapi dia sudah berusaha.
Tapi itu tak lantas membuat kami, makhluk-makhluk yang telah berhasil mengikuti shalat Jumat tanpa khotbah, berhenti tertawa.

Dan Mr. Bramcuks selesai shalat dzuhur.
Dan dia larut dalam kebahagiaan kami, kebahagiaan atas kejadian yang sebenarnya meruntuhkan harga dirinya. Kebahagiaan yang seharusnya tidak dia ikuti. Karena bisa dibilang, dia menertawakan dirinya sendiri.
Hahaha.

Dan inilah statement luar biasa yang keluar dari mulutnya yang sangat mampu untuk mengubah peradaban umat manusia:

"Wes khotibe kebelet ngising, makmume yo kurang beriman!"
"Sudah khotibnya kebelet boker, makmumnya juga kurang beriman!"
Benar, itulah kombinasi yang menakjubkan.

Hahahahaha.
Kami larut dalam kebahagiaan bodoh itu.





Pesan Moral: Azan itu panggilan shalat boy, bukan panggilan mandi atau malah panggilan buang hajat!

Jumat, 04 Juni 2010

Ngeblog!

Kebanyakan manusia seumur aku sudah memahami betul apa saja keasyikan di dunia maya.
Mereka tahu betul bagaimana cara meleburkan diri mereka dalam pergaulan era informatika ini. Facebook, Twitter, Tumblr, atau apalagi lah yang aku tak tahu. Oh iya, masih ada Friendster. Dan aku tahu Friendster. Hehe.


Tapi aku bukan orang yang paham. Aku tidak dianugerahi kemampuan berkomunikasi dan (orang bilang) silaturahmi yang seperti itu. Oke, aku batasi kegiatan ber-facebook, karena memang di situ saja aku cukup aktif. Aku suka mengcomment status orang, foto gila, notes orang, dan yang seperti itu. Menurutku itu adalah hal yang tidak bisa dilakukan setiap kita bertemu langsung. Bahkan orang-orang yang sebetulnya pendiam pun bisa jadi monster pembuli berdarah hangat ketika menuliskan komentarnya.


Seru memang, tapi betul kata seniorku, itu jauh dari bermanfaat. Kenapa? Itu menghibur kan? Memang, tapi manfaat tidak dilihat dari sejauh mana dia menguntungkan kita, tapi manfaat adalah dilihat dari perbandingan seberapa dia menguntungkan dan seberapa dia merugikan. Aku bukan seorang idealis gila yang langsung menonaktifkan akun facebook saat itu juga. Tapi memang pada dasarnya aku bukan pejuang facebook yang lebih rela mati daripada tidak boleh membuka facebook selama 7 menit.Ya iyalah.


Pernah suatu ketika, aku telah lama menghilang dari peredaran facebook selama kurang lebih 1 bulan. Itu adalah angka yang fantastis karena aku pikir seperduabelas dari populasi penduduk dunia bisa mati kalau melakukan hal gila ini. Dan dengan perasaan takut, takut akan ada berita penting yang aku lewatkan, takut kalau-kalau Pevita Pearce mengirimiku sebuah hug atau kiss namun aku mengacuhkannya, takut kalau-kalau aku melewatkan undangan Bapak SBY untuk berlibur bersama keluarganya, takut ini,takut itu.
Perasaanku campur aduk saat itu.
Keringat dingin berucucuran.
Kakiku gemetaran.
Jantungku berdegup cukup kencang.
Cukup.


Oke, dan kumasukkanlah username serta password kebanggaanku. Dan ternyata!
Gila!
Tidak ada satupun notif yang nampak!
Ini gila! Ini luar biasa!


Kini terlintas pertanyaan.
Apakah semua orang telah mematuhi fatwa haram mengakses facebook?
Apakah Korea Utara mengancam siapa saja yang mengakses facebook akan mereka kirimi sebuah rudal Taepodong berdaya jelajah 12000 km?
Apakah admin facebook mengira aku telah berhenti menggunakan layanannya dan berpaling kembali ke Friendster?
Bagaimanapun, yang jelas, 1 bulan tanpa notification!!


Segera aku tuliskan perasaan hatiku di status.
Dan sign out dengan hati yang terluka.
"Gokil, sebulan ga buka facebook, pas buka ga ada notif satupun! Gue tutup aja nih user!". Itu yang kutulis.
Hahaha. Terlihat sekali bagaimana seorang pemuda labil mengekspresikan kekecewaannya. Jangan-jangan sehari kemudian berita tentang pemuda labil ini menjadi hot thread di forum sebelah. Semoga saja tidak.


Tak kusangka status yang berbau duka yang teramat dalam itu mendapat respons manis dari kawan-kawan.
Puluhan orang memberikan nasihat yang cukup untuk membuatku mengurungkan niat untuk menutup akun.
Nasihat yang sangat berarti datang dari Bapak ku sendiri.
"Daripada ditutup, pakailah buat share ilmu"
Share ilmu?


Lalu terngiang lagi pertanyaan di kepalaku.
Memang bisa ilmu dishare di sana?
Memang buat apa aku menshare ilmuku?
Dan yang paling down to earth, Memang aku punya ilmu?
Itu tak terpikirkan olehku sebelumnya.


Lalu kuingat ketika aku mengalami masa-masa yang menarik.
Masa-masa bahagia, duka, masa-masa penuh cinta, saat-saat aku berada di atas ataupun di bawah roda kehidupan. Semuanya aku lalui begitu saja. Kenangan itu hanya menjadi milikku, milik ingatanku.
Padahal seandainya aku bisa membagi pengalaman itu, maka bisa jadi pengalamanku akan menolong orang lain, membantu orang lain. Setidaknya itu menjadi publikasi yang akan menjadi menarik ketika aku tua nanti, ketika kubacakan kepada anak-anakku nanti. Dan aku tidak perlu berharap pengalamanku akan dilihat orang.


Dan aku adalah pembelajar. Aku ingin belajar.
Aku ingin menulis sebaik aku berpikir.
Aku ingin menulis sebaik aku berbicara.
Aku ingin menulis sebaik aku bertindak.
Walaupun aku belum baik dalam semuanya.
Aku ingin mempelajari semuanya. Aku ingin mempelajari apa yang menurutku bisa untuk dipelajari. Sporadis. Segala hal.


Aku haus akan kemampuan dan pengetahuan. Tak peduli orang berkata apa.
Aku ingin seperti big bang yang meledak ke semua penjuru.
Aku ingin seperti air pori yang menekan segala arah.
Tidak masalah. Inilah gaya belajarku.
Setidaknya sampai aku menemukan jalur terdekat untuk aku menekan. Untuk aku menyelesaikan ledakanku. Sampai aku menemukan hal apa yang merupakan bakatku.


Sehingga aku memutuskan untuk menumpahkan segala isi kepalaku di sini.
Dalam dunia baru yang aku punya harapan kepadanya.
Ngeblog!
Untuk aku belajar.
Untuk aku mengukur diri.
Untuk aku membacanya lagi suatu saat nanti.
Sempit dan egois, namun aku tak peduli.

Sebuah Pembelajaran dari Jalanan

Ketika aku menulis ini, kejadian yang sebenarnya telah aku alami setahun sebelumnya.
Mungkin ini penting, mungkin juga tidak. Tapi yang jelas aku akan menulisnya karena ini blogku.




Pengamen dan gembel.
Aku cenderung tidak mengharapkan keberadaan mereka. Mungkin itu tak semestinya karena mungkin, mereka hanyalah alat-alat bagi oknum-oknum jalanan yang mestinya ditertibkan. Atau mereka adalah korban-korban dari kehidupan bangsa kita yang mulai dirasuki racun globalisasi.


Aku, waktu itu, berada dalam pembelajaran resmi yang bernama kaderisasi. Kaderisasi unitku yang kocak, yang mereka menamainya secara brutal, Plonco.
Yang menjadi tugas kami adalah menyamar menjadi gembel jalanan, gembel yang bau, gembel yang berpakaian seperti gembel sungguhan, gembel yang berjalan tak tentu arah.


Oh, cuma menjadi gembel. Sounds easy.Bukan perkara susah untuk memutus urat malu buat orang-orang seperti kami. Memang itu yang kami pelajari di unit. Memang dengan mentaltidaktahumalu unit kami hidup.
Tapi masalahnya, apakah menjadi gembel cukup dengan membuang nilai-nilai ke-malu-an saja?


Kamu kuliah, maka Kamu adalah orang kaya. Yang tidak pernah kita sadari adalah kita dilahirkan dengan ketercukupan yang membuat diri kita eksklusif. Entah itu eksklusif dari orang miskin, eksklusif dari orang biasa saja, atau malah eksklusif dari orang kaya, karena kamu adalah superkaya. Yang pasti, kita eksklusif dari gembel jalanan.


Topeng kami saat itu adalah topeng manusia-manusia jalanan yang pada hakikatnya mereka sama dengan kita. Kenakanlah topeng itu beserta kemeja ketertindasan mereka. Dan lepaskanlah mantel eksklusifisme kalian. Celana arogansi kalian. Sepatu acuh kalian. Tanggalkan, lepaskan semuanya.


Dan kami melakukannya.
Kami menjadi gembel.
Ketika merasakannya, aku berpikir untuk apa aku melakukan ini. Untuk apa aku berpeluh, meminta recehan dari tangan orang-orang yang memegang kemudi bulat.
Susah, tidak mudah mendapatkan uang dari orang-orang itu.
Orang-orang yang bahkan tidak pernah menempatkan bola matanya untuk melihat gembel seperti mereka, atau seperti aku. Mereka bahkan sudah memperlihatkan telapak tangan mereka saat kami masih berjalan ke arah mobil mereka.
Susah, tidak mudah mendapatkan uang dari orang-orang itu.


Aku, si gembel, pun berjalan mencari pekerjaan. Pekerjaan apapun.
Aku mendapatkan izin untuk membantu mencuci motor di bengkel cuci motor yang cukup mewah.
Sekitar 120 menit aku bekerja, dan apa yang kudapatkan dari pemiliknya cukuplah membuat aku sendiri kecewa. Upah yang diberikan tidak sesuai dengan beratnya pekerjaanku.


Barangkali aku kurang baik dalam melayani pelanggan, barangkali juga aku malah menghambat kerja karyawan-karyawannya, barangkali aku melakukan kesalahan yang tidak pernah mereka beritahukan kepadaku. Atau barangkali itulah mental yang dimiliki seorang pengusaha di sini. Mental yang dibangun dengan landasan materi dan keuntungan semata. Mental tidak menghargai pekerja. Mental yang gemar memperkecil safety factor, factor kerugian mereka sendiri.


Salah, mungkin aku salah menilai, masih beruntung gembel yang terlihat tanpa skill seperti diriku masih diberikan pekerjaan.
Dan aku biarkan otakku berpikir positif seperti itu. Aku bahagia dengan berpikir positif.






Dan acara kami pun berakhir dengan evaluasi yang penuh peluh, bau, dahaga, canda, dan juga cinta.
Kami belajar banyak. Entah karena kami cerdas, atau sangat ingin tahunya kami akan itu, atau karena kami sangat buta akan itu, yang jelas kami belajar banyak.


Bahwa betapa berat melepas harga diri kita.
Bahwa betapa berbeda hidup kita dengan mereka.
Bahwa betapa banyak dari kita yang tidak pernah mau tahu mereka.
Bahwa betapa orang tanpa harta bisa lebih mulia daripada orang borjuis.
Bahwa betapa kompleks masalah negara kita yang mempunyai banyak anak jalanan dan masyarakat dengan hati tertutup pada suatu waktu yang sama.




Hari itu, aku mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari jalanan.