Minggu, 01 September 2013

Merindu Upacara Bendera

Adalah beruntung bahwa saya dapat mengikuti upacara peringatan Hari Kemerdakaan RI ke-68 di kantor. Saya sepenuhnya sadar bahwa tidak menghadiri satu pun upacara bendera selama empat tahun membuat saya benar benar rindu acara ini. Merindu suasana sakralnya sebuah prosesi upacara bendera.
Tampaknya upacara bendera masih seperti itu. Inti mata acaranya tentulah pengibaran sang pusaka merah putih, penghormatan kepadaya sembari diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya, pembacaan teks pembukaan UUD 1945, serta prosesi mengheningkan cipta. Sekalipun tidak dibawakan dengan sempurna layaknya di istana kenegaraan, namun sangat cukup untuk membawa jiwa saya kembali menjadi Indonesian sebagaimana seharusnya, ciyee. Saya percaya bahwa pada dasarnya upacara “hanya” media untuk memfasilitasi tujuan mulia tersebut. Sisanya, tentu tugas masing-masing peserta untuk merendahkan hati, menjauhkan pikiran dari angkuhnya hingar-bingar rutinitas harian, dan menyerap sebaik mungkin makna dari setiap kata yang termuat di dalam karya-karya para negarawan jenius kita terdahulu. Kekhusyukan atau kesakralan itu muncul dari dalam hati, Sob. Tidak masuk lewat penglihatan atau lubang telinga. Maka mari kita selalu menjadi peserta upacara bendera yang sebaik-baiknya.
Kemudian sebuah cambuk bisa segera diayun, lagi-lagi cambukan klise dan terdengar sok : Apa yang sudah kita perbuat untuk bangsa?
Bagi saya, berbuat tidak akan saya artikan setinggi angkasa. Cukup dengan kembali membuka diri atas semua informasi tentang Indonesia, baik atau buruk, pujian atau hinaan, prestasi atau kontroversi. Mandiri dan punya rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Jika hari ini tidak mampu menjadi solusi, setidaknya tidak ikut-ikutan menjadi masalah. Terus menerus berproses untuk menjadi manusia yang bermanfaat luas, dari mana pun saya berpijak hari ini dan akan bernaung kemudian hari. Semoga saya bukan termasuk orang-orang munafik.
***
17 Agustus 2013. Antarkan kami menjadi bangsa yang merdeka seutuhnya. Mohon ijabah harapan kami, Tuhan.

Selasa, 02 April 2013

Sedikit Cerita Tertunda

Cerita kita dimulai oleh perkenalan dengan perosotan, jungkat-jungkit, dan ayunan reyot. Berlanjut di mana belajar tak ubahnya bermain, sedangkan bermain haruslah bermain kuadrat. Dan seterusnya, di mana nyaris tiap hari kita berada di sana. Berkawan, bergaya, memilih-milih sang idaman tanpa aksi. Sekolah adalah saat kita bermain-main dengan tanggung jawab dan kecemasan orang tua, meskipun nyaris tak pernah kita memikirkan hal itu. Sekolah itu sesederhana berpikir bagaimana bisa memperoleh nilai baik tanpa kehilangan waktu bermain. Tanpa sadar, bersekolah, terlepas itu SD atau SMP atau SMA atau bahkan kuliah, adalah zona nyaman bagi kita, dan kurasa juga berlaku buat semua.

Sampai aku, antara terpaksa dan tidak, harus memutuskan akhirnya seperti apa. Pada saatnya akan datang masa untuk tiap-tiap manusia. Selesai, dan terimalah. Terima kasih atas cerita selama delapan belas tahun ke belakang. Terima kasih Kau kenalkan aku kepada banyak sekali manusia hebat selama periode itu. Terima kasih, terima kasih, Tuhan. Mudahkan aku untuk menyapa mereka esok saat kami sudah berjalan masing-masing di berbagai penjuru galaksi. Dan izinkan aku untuk kembali bersekolah suatu saat nanti. Memperpanjang sedikit lagi masa delapan belas tahun itu.

Bandung, Rabu, 12 September 2012.

 

Permainan virtual mengajarkan bahwa perjuangan paling melelahkan adalah menjelang finish. Memang seperti itu adanya. Tidak mudah, namun sungguh mengasyikkan. Pesannya sederhana: Nikmati momen jatuh-bangun yang sudah satu paket. Jangan pernah mengeluh, karena yang sedang kalian lakukan adalah membuat ending paling sempurna dari ceritamu sendiri. Hargai itu, perjuangkan itu!

Kamis, 07 Maret 2013

Kutagih Janjiku

Katanya pingin punya hobi nulis. Katanya pingin rutin nulis sampe gak sanggup lagi. Katanya pas tua nanti pingin senyum2 baca tulisan sendiri. Katanya pingin bisa bercerita ke anak cucu lewat tulisan2 jaman muda. Katanya pas mati besok pingin ninggalin tulisan2 buat dunia.
Koar koar aja gak akan pernah cukup. Mulai nulis lagi, cuks!