Kamis, 09 Desember 2010

"Selamat Pagi, Silahkan Berbelanja"

Menjadi mahasiswa memang susah-susah-gampang. Mahasiswa boleh memilih. Mau ambil pusing akademik saja? Aktif organisasi? Berusaha menyeimbangkan keduanya? Menjadi sampah kampus? Semuanya sok aja. Mahasiswa memang zona bebas dalam peta hidup seorang manusia.


Jumlah pilihan diragukan untuk sebanding dengan kebahagiaan. Mahasiswa layaknya seseorang yang sedang belanja di supermarket. Dalam analogi saya, mahasiswa menenteng seonggok masa lalu yang ringan dan membanggakan serta terbungkus rapat dalam buntalan takdir yang tak akan lagi bisa diulik. Namun di bahunya, tiap-tiap mahasiswa memikul sebuah keranjang masa depan yang berat dan sangat perlu untuk dipenuhi. Keranjang ini, adalah satu-satunya alat bagi mahasiswa membawa pulang belanjaanya ke rumah yang disebut masa depan. Keranjang ini, mungkin sudah sangat berat sekalipun belum pernah diisi oleh barang belanjaan. Inilah keranjang yang harus dipenuhi dengan segala pilihan. Pelajaran, teman, pengetahuan hidup, koneksi, kedewasaan, dan lain sebagainya yang ada di dalam supermarket ilmu bernama kampus.




Analogi saya belum berakhir. Supermarket mahasiswa tidaklah seindah pasar terapung di Barito. Apa yang dijual di sana, bukan lagi merupakan barang-barang yang baik atau buruk. Lain halnya dengan alpukat busuk di sebuah lapak yang akan selalu benilai "buruk" bagi setiap wanita. Apa yang ada di kampus selalu memuat nilainya (value) sendiri. Apakah barang itu baik atau buruk, jawabannya akan selalu relatif. Relatif bagi tiap-tiap mahasiswa. Seberapa baik barang tersebut bagi Anda, tergantung bagaimana Anda menganalisisnya. Seberapa butuh Anda terhadap value yang dipunyai barang tersebut, dan sejauh mana Anda menginginkan barang tersebut untuk menjadi perabot di rumah (masa depan) Anda nanti, pembeli tetaplah raja. Meskipun ini jauh lebih sukar dari berbelanja ikan di pasar apung.


Satu lagi. Di dalam supermarket ilmu, pembeli memiliki daya beli yang sama. Tidak ada si kaya dengan kesombongannya ataupun si miskin dengan kedengkiannya. Setiap mahasiswa bebas memilih barangnya, serta berapa banyak yang akan dibawanya. Tidak akan ada yang membatasi pembeli satu untuk membawa barang sebanyak pembeli dua. Atau sesedikit pembeli tiga. Dan tidak ada alat tukar di sini, karena di tiap-tiap leher mahasiswa, sudah tertempel cap "Belanja Gratis Sepuasnya" yang disematkan oleh sepasang tua yang telah mereka kenal sedari kanak-kanak. Seharusnya mahasiswa sadar akan stempel itu. Seharusnya mereka tidak menghancurkan harapan sepasang tuanya dengan berbelanja barang-barang yang tidak perlu. Apalagi menyia-nyiakan dengan tidak membelanjakannya samasekali. Seharusnya mahasiswa menjadikan tanda itu sebagai kekuatan untuknya memilih, sekaligus energi untuk memikul belanjaan tersebut dalam si-keranjang-yang-sudah-berat.


Mahasiswa akan selalu bebas mengisi keranjangnya. Selagi belum selesai waktu belanjanya, mahasiswa bebas mengekspresikan kebebasannya. Selama masih menjadi member dalam supermarket ilmu, seorang manusia boleh melakukan apa saja. Namun ingat. Di sinilah tempat paling pas untuk menjadi gila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar