Kamis, 04 Desember 2014

Celebes Four Days: Part 1

Liburan! Ini dia media untuk memutus rantai kejenuhan akibat siklus on dan off dari bekerja. Kali ini saya, Alif, Andi, Cucu, Gandrie, dan Rendy jalan-jalan empat hari ke tanah tempat para Dewa menyembunyikan lanskap surga dan beberapa resep makanannya. Makassar!

Tanggal 28 November 2014 adalah awal cerita petualangan ini. Kami hanya perlu bertemu di Bandar Udara Sultan Hasanuddin (BSH) di Makassar pada hari itu. Maka berangkatlah kami dari kota domisili masing-masing, sehari sebelumnya. Pagi hari pukul 05.00 WITA, enam orang pelarian menyempatkan diri berfoto di landmark terdekat. Let's start the journey!


Rendy, Cucu, Andi, Saya, Gandrie, dan Alif (Photo by Gandrie)

Tujuan pertama kami adalah Taman Nasional Bantimurung. Dari BSH, kami sepakat menyewa jasa taksi Avanza untuk mengantar kami langsung ke tujuan. Eits, karena kami berenam, maka tarif sewanya nggak jauh beda kok dibandingkan bila kami naik angkot. Yes, number does matter. Cukup 200 ribu rupiah untuk perjalanan selama sejam dengan kecepatan sedang. Tancap!

Sekitar pukul 06.00, kami tiba di pintu gerbang wisata Bantimurung. Terlalu pagi untuk masuk, kami putuskan untuk sarapan dulu sambil istirahat. Kantin di seberang area parkir sudah siap sedia menyajikan segelas teh hangat untuk kami. Udara sejuk dan minuman hangat. Plong! Kami membuka sarapan berupa bebek kuyup yang sengaja dibawa oleh Andi. Nikmatnya rame-rame!

Setelah perut kenyang, kami menginjakkan kaki ke destinasi pertama kami. Oiya, harga tiket untuk seorang 25 ribu rupiah, ya. Langsung saja, ini dia Bantimurung!


Gerbang utama Bantimurung (Photo by Gandrie)

Kolam pemandian awet muda & enteng jodoh (Photo by Gandrie)

Air terjun tempat kami bobo-bobo cuek (Photo by Gandrie)

Tugu di dalem kompleks Bantimurung (Photo by Gandrie)

 Pintu masuk gua (Photo by Gandrie)

Air terjun kedua plus danau biru alami (Photo by Gandrie)

Kompleks ini terdiri dari beberapa kolam pemandian, air terjun, museum kupu-kupu, area tracking sepanjang +/- 1 km, serta gua-gua bawah tanah. Enam puluh persen waktu kami di sini dihabiskan untuk bersantai, nyanyi, dan tertidur di depan air terjun pertama. Rindang, sejuk, ditemani suara air. Bikin ngantuk! Pengunjung lain terbengong melihat enam laki-laki seenaknya bobo di bebatuan. Haha, namanya juga capek. Oiya, kami melewatkan museum kupu-kupu dan gua mimpi, dengan alasan hemat biaya (padahal cuma nambah 5000 rupiah) dan menghemat waktu (karena tidurnya bablas, haha).

Hari pertama kami adalah Jumat. Beruntung, di dalam kompleks wisata Bantimurung terdapat sebuah masjid. Kami menunaikan ibadah sholat Jumat di sana. Selepasnya, kami langsung keluar untuk menuju destinasi kedua: Rammang-Rammang. Wisata perahu ini menawarkan cara berbeda untuk menikmati keindahan bumi Maros. Kami pun tersihir walau hanya lewat gambar di poster. Yap, naik perahu, coy! Tunggu apa lagi?!

Perjalanan ke Rammang2 kami tempuh menggunakan angkot carteran. Opsi ini kami pilih atas rekomendasi seorang pemuda di kantin Bantimurung, karena dengan menyewa, maka angkot akan otomatis mengantar kami lewat jalur2 pintas menuju Rammang2. Singkat waktu, hemat duit! Deal kami dengan Bapak Pemilik Angkot adalah 150 ribu rupiah, untuk perjalanan 1 jam dengan kecepatan lambat. Terima kasih banyak untuk pemuda baik hati di kantin Bantimurung. You saved our schedule. Pukul 14.30, kami sampai di gerbang Rammang-Rammang.

Perjalanan Bantimurung - Rammang2 naik angkot carteran (Photo by Gandrie)

Rammang2 merupakan suatu wahana menyusuri sungai air payau menggunakan perahu motor berkapasitas 8 orang. Tujuan perahu adalah mengantar wisatawan menikmati pemandangan kiri-kanan yeng berupa kebun pandan raksasa, bukit2 batu, dan bila beruntung atraksi satwa2 di sekitar sungai. Perahu akan berhenti di Berua, sebuah kampung mini penghasil udang yang sangaat indah!


Gerbang Rammang2, titik mulai berperahu! (Photo by Gandrie)

Hutan pandan dan batu raksasa. Mistis! (Photo by Gandrie)

Formasi batuan berbentuk hamburger yang bikin penasaran (Photo by Gandrie)

Kampung Berua. Di sini kami berfoto, makan mie instan, sambil ngobrol dengan warga setempat. Karena merupakan lembah dari perimeter bebatuan raksasa, kampung ini cukup sejuk sekalipun matahari sedang terik. Bermain layang-layang tentu akan terasa sangat menyenangkan di sini. Kebetulan seorang Bapak memanen udangnya hari itu. Dapat sebanyak satu galon cat. Katanya, saat ini udang miliknya dihargai 90 ribu rupiah sekilo. 

 Selamat datang di Kampung Berua (Photo by Gandrie)

 Tambak, bukit batu, dan rumah penduduk di Kampung Berua (Photo by Gandrie)

Pukul 16.00, kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Menyusuri sungai yang sama namun dari arah sebaliknya. Seekor bangau dengan perkasa hinggap di ujung pohon pandan tertinggi. Tidak lama, bebek2 kecil pamer atraksi terbang rendah. Anggun! Hujan turun sesaat sebelum perahu kami tiba di gerbang keberangkatan Rammang2. Wisata alam hari itu kami tutup dengan berteduh sejenak di pondok tempat Bapak2 memarkir perahunya.

Pukul 17.00. Kami harus bergegas supaya tidak kemalaman sampai di Makassar. Angkot kami pilih sebagai moda untuk perjalanan ke ibukota. Ternyata jauh bukan kepalang. Kami menaiki dua jenis angkot agar bisa sampai di lokasi bernama Sentral. Angkot pertama, rute Maros-Daya, 2 jam, seorang 12 ribu. Angkot kedua, rute Daya-Sentral, 1 jam, seorang 8 ribu. Semua orang di rombongan tertidur di angkot pertama. Pukul 19.30, kami menginjakkan kaki di Sentral.

Sentral adalah sebutan untuk salah satu pusat keramaian di Makassar. Di sana ada Lapangan Karebosi, Makassar Trade Center, Carrefour, dan beberapa toko besar yang luput dari mata saya. Di sana kami berjumpa dengan anggota terakhir kelompok kami. Namanya Iwan. Karena berkarir di Makassar, maka dia yang akan kami andalkan buat menjadi guide di perjalanan selanjutnya. Iwan sudah siap dengan mobil Avanza sewaan. "Buset, lo pake lampu jauh wan? Dasar amatir!". Hahaha.

Perjalanan kami hari itu ditutup indah oleh kekayaan rasa Palu Basa khas Warung Makan Serigala, dan kelembutan tekstur Es Pisang Ijo milik Kantin Muda-Mudi. Radically delicious! Ternyata desas-desus bahwa resep rahasia makanan surga telah ditemukan oleh warga setempat adalah benar adanya. Ini dia nih, nagih!

Menu utama dewa: Palu Basa Serigala! (Photo by Gandrie)

 Hidangan penutup dewa: Pisang Ijo Muda-Mudi! (Photo by Gandrie)

Setelah kenyang, kami beristirahat sejenak di rumah kontrakan Iwan yang berada sedikit di pinggir kota Makassar. Mandi, tiduran, dan beberapa tidur betulan. Pukul 23.00, kami berangkat ke destinasi utama kami. Tanjung Bira... (to be continued)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar