Rabu, 27 Oktober 2010

Memahami Sesuatu yang Telah Menjadi Klise

Sudahkah anda memahami betul makna dari sebuah pesan mutiara (yang sangat klasik dan telah menjadi klise oleh bibir manusia) "Don't judge the book by it's cover" ?
Saya menemukan sebuah fakta yang bisa menjadi alat bagi kita sekalian mendalami makna dari pesan hidup yang brilian tersebut. Ini benar-benar fakta, artinya sungguh-sungguh terjadi di kehidupan manusia, bahkan dikenal oleh semua manusia di seluruh penjuru dunia.


Cara menikmati posting saya (yang repost ini) adalah cukup dengan memikirkan jawaban dari setiap pertanyaan dalam kasus yang saya tampilkan. Pikirkan baik-baik jawaban Anda sehingga Anda memperoleh makna dibalik cara sang pembuat asli tulisan ini menyampaikan pesannya melalui pertanyaan-pertanyaan. Setelah jawaban terpikirkan oleh Anda, maka silahkan Anda buka fakta sebenarnya dari pertanyaan tersebut.


Enjoy. 
Semoga siapapun Anda yang membaca dapat memahami betul arti dari sebuah pesan hidup yang entah diciptakan oleh siapa, namun (menurut saya) sangat-sangat brilian:


"Don't judge the book by it's cover".




--Kasus 1--
Bayangkan bahwa Anda hidup pada tahun 1700-an. Anda secara tak sengaja menemui seorang wanita yang sedang hamil. Wanita tersebut telah memiliki 8 orang anak. 3 orang di antaranya tuli, 2 orang buta, dan 1 orang mengalami keterbelakangan mental. Artinya, hanya 2 dari 8 orang anaknya lahir sebagai manusia normal.


Pertanyaannya adalah: Apakah Anda akan merekomendasikan wanita tersebut untuk menggugurkan bayi yang sedang dikandungnya?




--Kasus 2--
Bayangkan jika manusia di dunia berhasil menciptakan sistem untuk dipimpin oleh seorang yang sangat superior dan powerful serta dijunjung tinggi oleh semua suku, agama, dan etnis. Kita sebut pemimpin tersebut sebagai Presiden Dunia. Lalu dalam waktu, akan diadakan pemilihan umum calon presiden dunia untuk periode mendatang. Berikut adalah ketiga calon presiden dunia yang akan Anda pilih beserta behavior secara umum:


Kandidat A:
Bekerja sama dengan politisi yang tidak jujur dan konsultasi dengan astrologis. Ia memiliki dua orang istri. Ia juga perokok dan minum 8 - 10 botol martini per hari. Ia juga penyandang cacat kaki.

Kandidat B:
Ia dikeluarkan dari pekerjaannya 2 kali, selalu tidur sampai siang, pemakai opium waktu sekolah dan minum seperempat whiskey tiap malam.

Kandidat C:
Ia adalah pahlawan perang, vegetarian, tidak merokok, minum bir hanya kadang2, dan tidak pernah selingkuh..


Pertanyaannya adalah: Kandidat mana yang akan Anda pilih?




Lalu, inilah faktanya!




--Fakta dari Kasus 1--


Jika Anda menjawab Ya untuk merekomendasikan kepada wanita tersebut untuk melakukan aborsi, maka Anda telah membunuh seorang:


Beethoven.
Salah seorang musisi terbaik dalam sejarah umat manusia. Seorang jenius yang karya-karyanya telah memberi pengaruh besar terhadap dunia, meskipun mempunyai cacat dalam pendengaran.




--Fakta dari Kasus 2--


Jika Anda memilih kandidat A, berarti Anda telah memilih:




Franklin Delano Roosevelt
Presiden ke-32 Amerika Serikat dan satu-satunya presiden yang terpilih 4 kali dalam sejarah AS. Seorang lumpuh kaki yang mempunyai kegigihan dalam melawan rezim Nazi dan kekaisaran Jepang.




Jika Anda memilih kandidat B, berarti Anda telah memilih:




Winston Churchill
Seorang perdana menteri paling sukses dalam sejarah Britania Raya. Merupakan ahli strategi, orator ulung, diplomat, dan politisi terkemuka selama Perang Dunia Kedua.




Jika Anda memilih kandidat C, berarti Anda telah memilih:




Adolf Hitler
Kanselir sekaligus presiden Jerman dengan Partai Nazi sebagai tunggangannya dalam menguasai dunia. Seorang ahli strategi, orator handal, sekaligus pembantai paling kejam dalam sejarah dunia. Selama masa hidup rezimnya, kurang lebih ratusan ribu nyawa warga komunis, Yahudi, dan bangsa non-arya melayang oleh tangan besi Hitler.








Ingat.
Yang terlihat baik belum tentu baik.
Yang terlihat buruk belum tentu buruk.


Kapal Titanic yang mengesankan pada akhirnya tenggelam mengenaskan, namun bahtera Nuh yang sederhana menyelamatkan jutaan makhluk hidup di bumi.


Latar belakang, kekurangan, penampilan, tidak akan menghalangi apapun dan siapapun untuk menjadi berarti bagi banyak orang, selama Ia percaya pada ke-Maha Kuasa-an Allah SWT.


So, Don't judge the book by it's cover.


sumber

Minggu, 17 Oktober 2010

Indomie dan Anak Bangsa




Indomie membuat setiap orang bisa menyajikannya dengan tangannya sendiri. Sesuatu yang tidak menarik tidak akan dikerjakan. Apalagi kalau itu dari nol, yang dalam bahasa lain saya katakan masih ada unsur belajar di dalamnya. Namun rata-rata anak usia 10 tahun pun sudah bisa menyajikan Indomie. Berarti Indomie menarik, bukan?

Saya tergila-gila pada Indomie. Ia punya segala-galanya untuk dijadikan idola tiap orang. Rasanya unik, penyajiannya cepat, dan harganya murah. Tidak masalah Indomie itu racun, selama kita masih punya antibody dan tahu batasan.  Racun adalah solusi bagi instannya Indomie. Kalau tidak mau makan yang beracun, ya masak saja mie dengan bumbu-bumbu dapur nenek. Racik saja bawang putih, bawang merah, garam, ketumbar, dan segala tetek bengeknya. Jika perlu, buat dulu mie nya dari terigu. Namun itu tidak cepat, tidak mudah. Makanya orang menciptakan yang cepat, yang mudah.


Indomie memang enak, kok. Apapun zat berbahaya yang Ia kandung. Sudah pernah menyantap Indomie tanpa dimasak? Tumbuk mienya selagi kemasan belum dibuka, lalu campurkan semua bumbu dan kecap sausnya ke dalam mie yang masih keras-keras itu. Wow, itu lebih nikmat dari Mie Kremez. Hajar saja MSG nya, telan saja mie beserta formalinnya, atau semua pengawet-pengawetnya. Toh kita masih tahu batasan dan punya antibody.

Orang bilang Indomie membuat otak menciut. Namun Indomie juga dimakan oleh mahasiswa-mahasiswi. Setelah makan Indomie, belajar saja yang tekun. Kalau Indomie mengurangi, maka belajar menambah. Nol kan jadinya. Jadi tidak ada ruang untuk menjadikan Indomie sebagai biang kegagalan. Kenyataannya memang belum ada pelajar yang DO karena kebanyakan makan Indomie.

Pernah malam-malam kelaparan saat semua warung makan telah tutup? Sebelum 14045 ada nih. Bisa jadi orang-orang yang mengalami itu merasa akan segera mati. Tapi tenang, masak saja Indomie. Pikiran akan mati pun segera pergi. Lalu bagaimana dengan korban-korban bencana alam? Bukankah mereka acap kali dibantu dengan kiriman bahan makanan yang ternyata adalah Indomie? Kenyataannya memang Indomie telah menyelamatkan banyak nyawa, bukan sebaliknya.


Mikir kok susah banget. Hehe.

Rabu, 13 Oktober 2010

Sepenggal Tanya Untuk Sutradara Mimpi

Untuk sutradara mimpi,


Aku tahu kau bukan penyusun cerita dengan kemampuan baik. Kau berkisah kepadaku dengan buruk. Ceritamu melompat-lompat, tak beratur.
Namun tak pernah aku peduli. Untuk sekian tahun, buah karyamu membuat tidurku berwarna.
Namun apa yang kau tunjukkan padaku memantik sepenggal tanya di sini.
Mengapa terus ku mimpikan Dia?


Hey sutradara mimpi, seperti apa hubungan kita?
Kau sutradara, aku penonton.
Kau yang mencipta, aku yang menikmati.
Kau membaca seleraku, namun aku tak punya apa-apa untuk mengusik keasyikanmu.
Kau berharap agar aku tergila-gila kepada ciptaanmu.
Apakah kau menampilkannya, hanya karena Dia sedang memenuhi antusiasmeku saat ini?


Hey sutradara mimpi, seperti apa hubungan kita?
Kau sutradara, aku produser.
Kau yang menciptakan, aku yang mendanai.
Kau bekerja atas keputusanku.
Lalu apa aku selalu menyetujui segala ide yang kau ajukan?


Hey sutradara mimpi, seperti apa hubungan kita?
Kau sutradara, aku juru casting.
Kau yang menciptakan, aku yang mengusulkan siapa yang bermain,dan itu Dia.
Kau harus berkata 'ya' tentang rekomendasi dariku, namun kau berhak menolak itu.
Pada awalnya aku yang membawakannya untukmu, tapi apa kau kecanduan untuk memainkannya?


Hey sutradara mimpi, serumit apa hubungan kita?
Di bagian mana dalam tubuhku, kau tinggal?
Sebesar apa aku mampu memengaruhimu?
Dan mengapa tak bosan kau mainkan Dia?


Mungkinkah kau adalah aku sendiri?



Untuk sutradara mimpi.
Karena pagi ini, aku  kembali memimpikan Dia.

Senin, 11 Oktober 2010

Nyobain Mata Normal (Dulu) (Lagi)

Pake kacamata itu ngga enak. Kalo luas daerah pandang seorang bermata normal kita anggap 100%, maka orang berkacamata adalah 65%. Segalanya terhalang. Begitu yang terjadi pada mata gue. Gue terpaksa jadi manusia jujur, kalo ga mau disebut kuda jalan ganesha yang ngga bisa ngelirik kiri kanan. Lirik contekan ngga bisa, lirik cewe cantik ngga bisa, lirik dosen yang cakep juga ga bisa (soalnya emang ngga ada objeknya). Kiranya bener kata Sherina Munaf pas lagi nyanyi ama Derby Romero, lirik emang tanda tak mampu.


Dan gue pun telah mengalami penderitaan ini selama kurang lebih 5 tahun. Terhitung sejak kelas 2 SMA gue make kacamata. Dulu, SMA gue cukup nyaman dengan make kacamata pas di kelas doang. Tapi ternyata minus gue nambahnya gila-gilaan. Nyokap gue mencak-mencak, soalnya dia ga paham sama filosofi "Semakin pinter pelajar, kacamatanya semakin tebel". Sampai akhirnya, waktu gue ngga lagi banyak tingkah polah kaya di SMA, gue make kacamata gue itu terus. Setelah jalan 2 tahun di bangku kuliah ini, gue sadar kalo gue mulai identik dengan kacamata. Sempet gue dibilang Ibu2 penjual nasi, "Wah, Mas mirip Afgan yah?". Heh. "Tapi kurang putih dikit, kurang gendut dikit, kurang bla..bla..bla..". Yee itu mah tukang parkir di Nyawang juga lo bilang gitu juga bener. Langsung gue bayar tuh nasi ama sekalian uang tutup mulut buat tiga minggu. Emang sih gue lumayan sering dibilang begitu, ngga sama si ibu-ibu penjual nasi itu doang. Sama orang yang baru gue kenal, temen-temen gue, tetangga, ibu-ibu di pinggir jalan. Dan kalo gue teliti yang ngomong gue begitu tuh cuman orang tua, lalu dengan sangat mudah gue simpulin si orang-orang itu emang daya penglihatannya udah kaya opletnya Bang Mandra.


Oke, gue udah cukup sabar pake kacamata. Gue udah lelah. Gue rindu mata gue yang kaya dulu. Walopun mata gue dibilang mirip mata cewek (ngga tau kenapa, tapi gue suka dibilang begitu). Walopun ada temen gue yang takut ngeliat mata gue kalo ngga lagi pake kacamata (emang gue Sasuke?). Gue pengen seenggaknya sehari dua hari nyobain ngga pake kacamata, tapi ngga juga kehilangan kemampuan scanning gue akan cewe-cewe cantik di Campus Center. Lalu gue putuskan untuk nyobain softlens.


Pas gue beli nih. Dibukalah si tabung tempat softlens bening gue dikemas. Si-Mbak-Optik membuka nya, satu tabung yang sebelah kanan beres, doi tunjukin tuh softlensnya yang bening, hampir ngga keliatan. Lalu tabung kedua. Si-Mbak-Optik keliatan bingung, celingak-celinguk, puter puter tuh kepalanya, maen-maenin jarinya. Ternyata gue emang lagi liat video Senam Kesegaran Jasmani untuk manula. Kaga, serius nih, softlens baru gue ilang! Si Mbak-Optik ini jelas-jelas ngerasa takut dan bingung. Lalu gue bantu nyari pake jasa detektif, ya enggaklah. Syukurlah, setelah Si Mbak-Optik mandi kembang tiga belas ribu rupa, si softlens gue itu ketemu. Tapi ga tau gue di mana Si Mbak-Optik itu nemuinnya. Kayanya sih di rumah neneknya.


Gue cobain tuh softlens pertama-tama di mata kanan gue. Lancar, masuk dia. Lalu gue coba si softlens ilang di mata kiri. Masuk. Tapi rasanya aneh. Mata gue jadi ngga enak pas dipake mejem, kaya ada yang ganjel. Lalu disuruh dah sama Si-Mbak-Optik buat ngelepas. Gue turutin. Gue pasang lagi. Eh, masih aja ganjel. Sampe prosedur "pasang-lepas-bersihkan-pasang lagi" anjuran Si-Mbak-Optik itu gue lakuin ampe 5 kali, gue nyerah. Si-Mbak-Optik bilangnya sih, "Kalo masih awal-awal sih emang suka ngga enak gitu, Mas". Nah, lalu mata kanan gue kalainan nih ceritanya? Kok dia nyaman-nyaman aja? Gue mulai curiga nih ama Si-Mbak-Optik. Yaudahlah, gue paksain make, apalagi pas banget kacamata gue lagi diperbaiki, jadi gue harus make (mau lanjut kuliah juga ceritanya). Di jalan, gue ngeliat make mata kanan gue doang. Dalam hati, sialan nih, softelns kiri gue kayanya salah size nih.


Sampe kampus lagi, gue udah ngga betah banget tuh ama si softlens yang lagi unjuk rasa gara-gara dibiarin ilang. Gue coba ganti di toillet baru deket himpunan. Pas gue copot, eh si doi malah jatuh, untung ngga masuk ke closet nya. Bisa jadi softlens warna coklat ntar. Dan beruntung gue, si softlens gue yang barusan aja ilang untuk kedua kalinya dalam sehari itu gue temuin. Gue udah desperate. Udah, gue pake satu aja lah, toh masih bisa ngeliat juga. Gue masuk lagi ke kelas.


Sekian lama merhatiin dosen ngomong, gue ngerasa emang ngga enak tuh make softlens cuman satu. Kayanya mata lo tuh pincang banget. Satu hampir normal, satu lagi ngeliat kambing aja jadi kaya badak. Aneh banget. Dan gue juga ngerasa ga keren. Ga ambil pusing, gue keluar kelas terus gue pake lagi dah di WC Campus Center yang ada kacanya. Kepasang. Dan kayanya oke-oke aja. Lhoh, kok ngga kerasa ganjel ya? Enak-enak aja. Ternyata dari tadi si  softlens gue itu kebalik! Langsung gue telfon Dirjen Pekerjaan Umum buat ninjau ulang kinerja Si-Mbak-Optik. Ampas, mana ada orang optik makein barang dagan ke pelanggannya kebalik. Gue serem kalo-kalo Si-Mbak-Optik itu jualan daleman ama topi bayi, bisa-bisa kalo ponakan gue belanja ke sana terus pulang-pulang di kepalanya nempel kolor motif zebra sambil ngomong, "Om, keren kan topi akuh??".




Tapi gue cuman make itu softlens selama 2 hari. Gue ngerasa bahwa gue emang masih berjodoh ama yang namanya kacamata.Setiap gue ngaca di kaca himpunan. kayanya ada sesuatu yang ilang dari muka gue. Ternyata hari itu emang gue lupa bawa alis kanan. Gue ngerasa lebih matching kalo pake kacamata. Dan pake softlens tuh super ribet! Bisa abis waktu kuliah gue buat masang softlens. Setelah kacamata gue beres diperbaiki, yaudah. Selamat tinggal "mata normal-mata normal"an!!




Pesan moral:
Ngga semua yang lo pengen itu adalah yang lo butuh.
Make softlens itu kalo lo bener-bener care aja ama kebersihan.
Jadi penjaga optik kayanya ngga susah.

Minggu, 03 Oktober 2010

Angin Musim Timur

Kamu adalah ujung mata kompas khayalan
Yang mungkin sedang membawaku ke sebuah arah yang tentu.


Kamu adalah sang mentari terbit
Yang mungkin membuatku mampu membedakan timur, tidak keliru


Kamu adalah rambu hijau yang sia-sia, di kejauhan
Karena padamu, yang kulihat hanya satu direksi
Namun mungkin kau menuntunku dengan satu-satunya informasi yang kaupunya itu

Kamu adalah angin musim timur yang bertiup
Yang mungkin menunjukkanku, seorang penjelajah laut, di mana daratan Asia berada


Kamu adalah rasi orion di gelap angkasa
Yang mungkin karenamu, aku tahu, ke arah mana akan kubentangkan sejadah hidup




Namun kamu hanyalah mata kompas khayalan
Kamu hanya penunjukku
Bahkan itu pun dalam angan-angan
Aku menganggapmu begitu, karena menyerah dengan jarakmu yang terlampau jauh
Aku tak tahu kau sejauh apa, namun membayangkannya pun, membuatku ingin meyudahi segala usahaku
Membayangkan sejauh apa kau berdiri
Dan semungkin apa kau kujangkau


Aku akan membayangkanmu, tetap sebagai mata kompasku
Kau akan tetap menjadi penuntun bagiku, untuk menuju satu arah yang sendiri ku tak tahu
Namun aku percaya, kau sedang menuntunku ke arah yang lebih dekat dengan kamu yang sebenarnya
Mendekat, dan dekat




Kamu, mata kompas yang tak pernah kupegang